Ads 468x60px

Senin, 28 Mei 2012

Oppa and I (part 1)


Aku benar-benar tak tau bagaimana harus mengawali kisahku ini, semua terjadi begitu saja. Kadang aku juga heran, kenapa kisah yang rumit ini terjadi di kehidupanku. Tapi takkan lengkap jika aku tak memberitahu seberapa rumit kisah cintaku dengan orang ini. Orang yang aku panggil dengan sebutan “Oppa”.

~***~

                Pulang sekolah... seperti biasa aku tak langsung pulang ke rumah. Aku malas kalau di rumah, tak ada teman, yang ada hanya aku, ibuku, dan ayahku. Ibu dan ayahku bekerja dan pulang sore sekitar jam 3. Sementara aku pulang jam setengah 2 siang. Aku anak tunggal, tak punya adik ataupun kakak. Daripada aku menghabiskan waktuku untuk berdiam diri di rumah, aku memutuskan untuk pergi ke tempat favoritku –Warnet ‘Apaya’ –bermain game online. Yah, wajarlah. Hobiku bermain game online.  Jarang ada cewek yang bermain game online, jadi hanya aku satu-satunya cewek yang bermain di warnet itu.
                Karena banyak cowok yang berada di warnet itu, beberapa dari mereka pernah menjadi pacarku dan akupun mengalami first love –cinta pertamaku –di warnet ini. Jujur saja, aku masih suka dengan first loveku itu. Kami putus hanya karena kami jarang berkomunikasi lagi. Yah, masalalu (jangan di bahas lagi deh, gelap tau).
                “Duh, sial. Warnetnya penuh.” Kata-kata yang keluar pertama kali saat masuk dan melihat beberapa kursi –dengan komputer yang menyala –telah dihuni orang lain.
                Suka nggak suka, aku harus tetap menunggu. Ada beberapa komputer yang tak bisa menyala, otomatis kursinya kosong. Aku duduk diam di komputer nomer 12, salah satu komputer yang tak bisa menyala. Perhatianku tertuju di komputer 13. Seseorang bermain game kesukaanku dengan mode guitar master[1] yang belum bisa aku kuasai. Aku takjub melihat kemampuan tangannya yang cepat. Aku memperhatikan orang yang bermain game tersebut.
                Aku terkejut pakaiannya. Dia mengenakan seragam sama persis dengan seragam sekolahku. Tapi, aku tak pernah melihatnya di sekolahku. Yang membuatku terkejut lagi adalah sepatu yang dikenakannya, sama persis dengan sepatu yang ku kenakan.
                “Uwa, mas. Sepatumu sama persis sama punyaku.” Ucapku spontan yang membuatnya memperhatikanku. Dia balik melihat sepatuku.
                “Eh, iya. Sepatunya sama. Hehe...” ucapnya. Dia kembali memperhatikan layar monitor didepannya.
                Aku terdiam sesaat karena tadi benar-benar awkward.
                “Aku baru tau kalau ada anak SMA-ku juga bermain disini.” Gumamku.
                “Hahaha... kamu gak pernah liat aku disini toh ?” Tanyanya tiba-tiba. Mungkin karena mendengar gumamanku.
                “Eh, i-iya.” Jawabku gemetar.
                “Oh, yaudah. Kamu mau main, kan ? Aku udahan nih. Kamu pakai aja komputernya.” Ucapnya sembari berdiri dari singgasana nomer 13.
                “Makasih mas. Eh iya, aku mau tanya. Kamu kelas berapa ? jurusan apa ?” tanyaku spontan.
                “Oh... aku kelas Sebelas IPS. Aku duluan ya dek.”
                “Ok mas, makasih ya...”
                Hm... anak IPS, pantas saja aku nggak pernah melihatnya di sekolah. Kelasku di gedung kecil di ujung sekolah. Kelas IPS di sekitar gedung B di sekolah. Aduh, aku lupa tanya nama dan kelas IPS berapa... hufh.

~***~

                Esoknya, saat istirahat pertama di sekolah...
                Aku berniat untuk mencari cowok itu. Tapi tak mungkin aku berkeliling kelas IPS tanpa teman. Aku mengajak Noorma –teman dekatku –untuk mencari dimana kelasnya. Aku masih mengingat wajahnya.
                Tujuan pertamaku tentu saja kelas IPS 1 yang tempatnya di lantai 1. Aku melihat sekilas kelas tersebut, tapi cowok itu tak terlihat di kelas ini. Aku dan Noorma melanjutkan pencarian ke kelas IPS 2 yang ada di lantai 2 gedung B. Tetapi, hasilnya tetap nihil. Pilihan terakhir adalah kelas IPS 3 yang tak jauh dari IPS 2. Cowok itupun juga tak ada di kelas IPS 3. Karena bel masuk berbunyi, pencarianku berhenti sampai disini. Hufh... aku berharap batang hidungnya terlihat di warnet ‘Apaya’ seusai sekolah hari ini.
                Pulang sekolah...
                Aku keluar kelas awal untuk menunggu di lobby sekolah. Aku duduk di depan TV yang ada di lobby. Satu per satu orang-orang berhamburan keluar sekolah. Aku tetap saja tak melihat cowok itu. Berarti satu-satunya harapanku untuk bertemu dengannya adalah di ‘Apaya’.

~***~

                Aku pergi ke ‘Apaya’. Bukan hanya untuk bertemu dengan cowok itu, tapi juga untuk bermain game online. Hehehe... sudah hobiku sejak dulu, sih. Untung ‘Apaya’ hari ini tak terlalu ramai seperti hari kemarin. Aku langsung duduk di komputer langgananku, nomer 10. Aku melihat sekeliling ruangan sambil menunggu proses booting selesai. Betapa terkejutnya aku melihat penghuni komputer nomer 13. Ya, cowok itu berada di komputer itu. Aku mencoba menyapa cowok itu.
                “Eh, Mas yang sepatunya kembaran sama aku.” Sapaku dari singgasanaku.
                “Wah, adeknya.”
                “Mas, aku ajarin main ‘Guitar Mode’ dong.” Pintaku.
                “Ok deh dek. Main di server C room XX, Aku tunggu dek.” Itu artinya dia mau mengajariku. Yippie... lho kok aku jadi seneng ?
                Saat bermain, aku kalah terus dengannya. Maklum, mode yang kami mainkan benar-benar mode yang paling tak ku kuasai.
                “Haha... kalah mulu. Gimana kalau modenya ganti ‘Beat Up[2]’ aja ? aku pingin tau, sejago apa kamu main mode itu.” Ejeknya.
                Aku tersenyum licik. ‘Beat Up’ adalah mode yang paling aku kuasai. Aku menerima tantangannya dengan senang hati. Tentu saja keadaan berbalik menjadi aku yang selalu menang.
                “Ternyata emang susah ngalahin ‘Ratu Beat Up’.” Kata-katanya membuatku kaget.
                “Lho, mas. Kamu tau toh kalo aku jago ‘Beat Up’ ?” tanyaku spontan.
                “Iya lah, aku kan sering main disini. Dulu banget waktu kamu masih SMP, aku lihat kamu sama Adi main bareng, eh... lama-lama kok malah ciuman.” Katanya dibarengi tertawa.
                Wajahku memerah karena kata-katanya.
                “Jadi, dari dulu kamu udah main disini toh mas ? kok aku nggak tau ya. Oh iya, tadi aku cari di sekolah kok kamu nggak ada ?” tanyaku absurd.
                “Aku telat dek, aku udah dari tadi disini.” Jawabnya.
                “Owalah. Kamu kelas IPS berapa sih mas ?”
                “Aku IPS 1 dek.”
                “Kalo pulang bareng dong mas. Sekalian kan jadi ada temennya.”
                “Haha, ok ok...”
                Mungkin seperti itulah awalnya kita bisa kenal. Dari sebuah sepatu sampai ke pertemanan. Hehehe... sebenarnya sih aku jatuh hati sama dia. Tapi, aku masih belum pasti tentang hatiku yang sebenarnya.


[1]  Mode game yang aku mainkan, seperti permainan Guitar Hero pada Playstasion.
[2] Mode pada game yang aku mainkan. Mode ini menekan arah angka 1,3,4,6,7,9 dan Spasi sesuai dengan arah yang muncul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar